Sulsel.WahanaNews.co - Anggota Ombudmans Republik Indonesia (RI), Yeka Hendra Fatika menilai, diperlukan skema atau mekanisme penebusan pupuk bersubsidi oleh petani yang lebih mudah dan simpel untuk meningkatkan serapan pupuk bersubsidi.
"Serapan pupuk bersubsidi di tingkat petani tahun ini cukup rendah, ini karena mekanisme penebusan oleh petani yang tidak simpel," kata Yeka Hendra Fatika saat melakukan tinjauan lapangan ke Kelompok Tani Sedya Maju di Juwangen, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikutip Jumat (9/11/2023).
Baca Juga:
HUT Pupuk Indonesia ke-12, Tanam 8.000 Bibit Pohon di 7 Lokasi
Menurut dia, tahun ini tingkat penyaluran atau penebusan pupuk bersubsidi secara nasional per 30 September 2023 masih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang mana hanya 4.675.794 ton atau di bawah 60 persen yang baru tersalurkan.
Ia mengungkapkan, terdapat 22 provinsi dengan tingkat penyerapan pupuk bersubsidi di bawah 60 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat penyaluran atau penebusan cukup rendah, hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa mekanisme penebusan belum sepenuhnya memudahkan petani.
Adapun jumlah petani yang belum atau tidak bisa menebus pupuk bersubsidi cukup tinggi.
Baca Juga:
UMKM Binaan Pupuk Indonesia Berpotensi Merambah Pasar Global
Ia mengatakan, terdapat sekitar 4,3 juta petani (29,2 persen) yang terdaftar di e-Alokasi, namun belum/tidak bisa menebus pupuk bersubsidi. Hal itu berdasarkan data per 6 Oktober 2023 lalu.
"Kemudian terdapat 15 provinsi dengan persentase di atas 40 persen ke atas yang petaninya belum/tidak bisa menebus pupuk bersubsidi," katanya.
Yeka mengatakan, dari beberapa kali melakukan kunjungan ke lapangan memang ada keluhan dari petani terkait ribet atau susahnya dalam menebus pupuk bersubsidi.
"Kami sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mekanisme penebusan pupuk bersubsidi ini bisa lebih dipermudah seperti dulu. Penebusan dengan mekanisme Kartu Tani dihentikan saja agar petani tidak sulit untuk menebus pupuk. Penyaluran BBM bersubsidi saja tidak serumit pupuk bersubsidi," katanya.
Kemudian, kata dia, pendataan petani dilakukan lewat pemerintah desa atau kalurahan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas validitas data petani di masing-masing wilayah.
"Selama ini pendataan dilakukan oleh kelompok tani dan dengan sepengetahuan penyuluh lapangan. Tidak ada pihak yang bertugas langsung melakukan pendataan, sehingga tidak ada juga pihak yang bertanggung jawab atas validitas data petani," katanya.
Ia mengatakan, Ombudsman juga melakukan pemantauan dan sosialisasi terhadap kios tani dan distributor pupuk bersubsidi untuk memberikan pemahaman kepada mereka terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan kios tani maupun distributor pupuk bersubsidi.
"Kalau memang ada kendala atau kesulitan di kios tani atau distributor, kami juga mendorong pemerintah memakai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau langsung gabungan kelompok tani (gapoktan) dalam penyaluran pupuk bersubsidi," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sedya Maju, Padukuhan Juwangen, Kalurahan Purwomartani, Juwadi mengatakan bahwa selama ini penebusan pupuk bersubsidi dilakukan secara kolektif melalui kelompok tani.
"Penebusan secara kolektif sesuai jatah dan hak masing-masing petani," pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]