WahanaNews-Sulsel | Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluh karena harga bahan baku kedelai meroket dan semakin tidak terkendali.
Meski demikian tak ada pilihan lain, mereka harus tetap melanjutkan usahanya.
Baca Juga:
159 Tahun Jeneponto, Gubernur Sulsel Berikan Bantuan Dana Rp 10 Miliar
Seperti diketahui, para perajin tahu tempe di sejumlah daerah terutama di pulau Jawa mengancam akan melakukan mogok produksi pada 21 Februari hingga 23 Februari mendatang.
Mereka akan menghentikan produksi sebagai bentuk protes karena harga kedelai kian meroket.
Berbeda dengan perajin di Pulau Jawa, para perajin tahu tempe di Kota Makassar dan Kota Parepare memilih jalan berbeda.
Baca Juga:
Viral! Wanita Rentenir di Sulsel, Larang Pemakaman Jenazah Karena Belum Bayar Hutang
Mereka akan tetap produksi namun mesti mengambil sejumlah opsi pahit. Ada yang memilih merumahkan karyawan, mengurangi pekerja, hingga menaikkan harga.
"Kalau harga tahu kita naikkan, misalnya Rp 42 ribu naik menjadi Rp 44 ribu per cetak," kata pengusaha tahu, Harun kepada wartawan, di Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Mamajang, Makassar, seperti dilansir dari Detikcom Jumat (18/2/2022).
Harus menjelaskan pasokan kedelai lokal saat ini susah untuk didapatkan. Selain itu, produksi tahu yang dikelolanya imbas dari kenaikan harga kedelai juga berpengaruh. dia mengaku telah memberitahukan soal kenaikan harga tahu kepada para konsumennya tersebut.
"Cuma tidak terlalu signifikan (berkurang produksi), tergantung langganannya. Ada sebagian langganan yang mau dikasi naik harga tahunya. Kalau yang tidak mau naik, ya kita tidak bisa layani," terangnya.
Sebagai perbandingan, Harun mengaku bisa memproduksi 500 kilogram per harinya. Semenjak kenaikan harga kedelai, produksinya turun sebanyak 40 kilogram. Adapun soal ukuran tahu yang dia produksi tetap sama seperti sebelumnya.
"Kita kasi naik harganya saja, kalau ukuran tahunya tetap, Tapi pelanggan yang memperkecil ukuran potongan tahunya. Misalnya tahu isi dari ukuran 14 x 14 menjadi 15 x 15. Jadi dia dapat lebih banyak," sebutnya.
Sementara itu, salah satu perajin tahu tempe di Parepare, Arif mengaku sudah menempuh opsi paling bijaksana. Dia terpaksa merumahkan beberapa orang pekerjanya untuk mengurangi biaya produksi.
"Kalau kita di Parepare meskipun kondisi sekarang sulit tetap harus dijalani, mau tidak mau harga tahu tempe akan dinaikkan dan mengurangi ukuran juga," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Nandang, perajin tahu tempe lainnya di Parepare. Selain mengurangi jumlah pekerja. Dia mengaku kini terjun langsung bersama pekerjanya yang tinggal 2 orang untuk tetap berproduksi.
"Ibaratnya hidup segan mati tak mau. Kita hanya harap ada stabilisasi harga (kedelai). Biar kita bisa sedikit bernafas lega," pintanya.[jef]