WahanaNewsSulsel.co | Menanggapi permintaan koalisi LBH Makassar dan Kontras Sulawesi, soal 4 kasus pembunuhan yang diduga melibatkan oknum polisi agar diusut kembali.
Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel), Irjen Nana Sudjana, menegaskan pihaknya akan menindak lanjuti jika ada pekerjaan rumah yang dinilai belum tuntas.
Baca Juga:
Jengkel Tidak Terima Diputusin, Polisi Pukuli Pacar di Sulsel
“Nanti pasti akan kita telusuri itu. Kalau ada Pr-Pr yang belum tuntas akan saya tindak lanjuti,” kata Irjen Nana kepada detikcom, Kamis (18/11/2021).
Irjen Nana baru menjabat sebagai Kapolda Sulsel menggantikan Irjen Merdisyam yang sudah dimutasi sebagai Wakabaintelkam Polri. Dia pun mengaku saat ini sedang dalam tahap pisah sambut.
“Saya kan masih rangkaian kegiatan pisah sambut. Masih ada satu lagi (rangkaian kegiatan pisah sambut)," katanya. Seperti dikutip dari detikcom, Kamis (18/11/2021).
Baca Juga:
Remaja di Gowa Diduga Dianiaya Anggota Polda Sulsel hingga Babak Belur
Kendati demikian, dia kembali menegaskan akan segera mempelajari empat kasus yang diingatkan LBH Makassar beserta Kontras Sulawesi tersebut.
"Nanti akan kita pelajari, akan kita tindak lanjuti ya," katanya.
Sebelumnya, koalisi LBH Makassar dengan Kontras Sulawesi mengingatkan Irjen Nana yang baru saja menjabat supaya memberi perhatian terhadap 4 kasus ini sebab penanganannya dihentikan. Koalisi itu lantas meminta Irjen Nana mengusut kembali kasus-kasus itu.
"Beberapa tahun ini, LBH Makassar bersama Kontras Sulawesi menghimpun sekitar empat kasus penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum, extrajudicial killing yang terduga pelaku adalah anggota kepolisian di lingkup Polda Sulsel," kata Koordinator Kontras Sulawesi Asyari Mukrim saat jumpa pers di kantor LBH Makassar, Jalan Nikel, Makassar, Rabu (17/11/2021).
Empat kasus tersebut ialah kasus dugaan penganiayaan personel Polsek Ujung Pandang yang menewaskan Agung Pranata (27) di Kota Makassar pada 2016. Lalu kasus penembakan polisi terhadap tiga warga di Makassar, yang dua orang di antaranya mengalami luka di betis serta satu lainnya, Anjasmara alias Anjas, tewas dengan luka tembak di kepala pada 2020.
Dua kasus lainnya adalah kasus kematian Kaharuddin di Makassar pada 2019 hingga kasus kematian Sugianto di wilayah Kabupaten Bantaeng.
"Dari empat kasus di atas, tiga kasus sudah berproses hukum, di antaranya kasus Agung (personel Polsek Ujung Pandang) ditetapkan lima tersangka, penembakan Anjas belum ada tersangka, dan kasus Kaharuddin belum ada tersangka," kata Asyari.
"Namun proses yang lama tersebut di Polda pada 2021 dinyatakan diberhentikan pada proses penyelidikan dan penyidikan yang berlandaskan putusan praperadilan pada kasus Agung, restorative justice pada kasus Anjasmara, dan menyatakan tidak cukup bukti pada kasus Kaharuddin dengan alasan keluarga menolak autopsi yang diketahui keterangannya dipalsukan pihak kepolisian serta kasus Sugianto di Polres Bantaeng belum diketahui penanganannya," ungkap Asyari.
Oleh sebab itu, koalisi ini meminta Irjen Nana Sujana sebagai Kapolda Sulsel yang baru agar mengusut kembali kasus yang mandek atau dihentikan penyidikannya tersebut.
"Berdasarkan kasus di atas, kami menilai upaya penghentian penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian merupakan upaya melanggengkan imunitas kekerasan kepolisian," ungkap Asyari.
"Maka dari itu, kami menyampaikan kepada Kapolda Sulsel Irjen Nana Sujana untuk mencabut surat penetapan penghentian penyelidikan penyidikan dugaan kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian yang menyebabkan kematian terhadap Agung Pranata, Anjasmara, dan Kaharuddin dan Sugianto," katanya.
Praperadilan Kasus Tewasnya Agung, Polda Sulsel Dinilai Mengalah
Sementara itu, Kadiv Isu Sipol LBH Makassar Andi Heru Karim mengatakan penganiayaan yang menewaskan Agung Pranata memang berujung penetapan lima anggota Polsek Ujung Pandang sebagai tersangka pada 2018.
Polisi yang jadi tersangka, ungkap Andi, di antaranya Aiptu Justan, Aiptu Syawaluddin Asryad, Bripka Astriadi, Bripka Ardin, dan Bripka Cakra Nuryadin.
Namun kelima tersangka tersebut lantas menang dalam gugatan praperadilan pada Juni 2021 sehingga para tersangka lolos dari hukuman. Andi kemudian menilai pihak Polda Sulsel sengaja mengalah pada proses praperadilan tersebut.
"Pengadilan Negeri Makassar pada proses praperadilan lantas berani mengatakan itu (membatalkan penetapan tersangka) karena tidak ada saksi yang bisa dimintai konfirmasi dari termohon Polda. Tidak ada bukti petunjuk yang bisa dibaca hakim dan tidak ada juga keterangan ahli yang bisa jadi keterangan pembanding," kata Andi.
Andi kemudian menyayangkan Polda Sulsel selaku termohon pada gugatan praperadilan karena tidak mengajukan saksi sama sekali saat lima orang tersangka mengajukan gugatan praperadilan.
"Padahal hakim tunggal praperadilan sudah meminta termohon Polda Sulsel untuk menghadirkan saksi-saksi serta bukti untuk mendukung penetapan tersangka namun tidak dilakukan dan itu terkonfirmasi di dokumen praperadilan," katanya.
"Dan penyidik Polda tidak melampirkan BAP. Sementara pemohon (lima tersangka) sendiri menghadirkan saksi yang tidak pernah di-BAP, ahli yang tidak pernah ikut autopsi, sementara Polda malah tidak melakukan itu, maka kami menganggap itu tindakan mengalah, karena itu tidak maksimal atau tidak profesional," pungkas Andi. (jef)