Diskusi juga menghadirkan perspektif dari praktisi hukum, Suardy, S.H. yang menyoroti risiko penyalahgunaan wewenang.
“Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, kewenangan ini bisa menjadi alat represif yang digunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu,” ujarnya.
Baca Juga:
Sukses Dukung Dekarbonisasi Atas Penjualan 273 Ton CO2e, ALPERKLINAS Harap PLN IP Cari Pembiayaan yang Low Cost
Hal senada juga disampaikan oleh moderator Abdul Malik, S.H yang juga Praktisi Hukum bahwa agar institusi tidak memiliki kewenangan Absolut dalam penegakan Hukum.
“Kewenangan Absolut selalu memiliki celah dan berpotensi terjadi penyelewengan kekuasaan”, bebernya.
Beberapa peserta diskusi, termasuk perwakilan aktivis dan mahasiswa, Koordinator wilayah Indonesia Timur BEM PTNU Arman dan Mantan Ketua Himprodih FH UIM Ridwan menyampaikan kritik serupa.
Baca Juga:
Sekretaris Pengurus Pusat BPPH Pemuda Pancasila Apresiasi Peluncuran Aplikasi Kita Pancasila: Terobosan Baru
Mereka menilai bahwa perluasan kewenangan kejaksaan dapat mengancam hak-hak terdakwa dan prinsip praduga tak bersalah.
“Kami khawatir, jika tidak ada batasan yang jelas, azas dominus litis justru akan melemahkan posisi terdakwa dalam proses hukum,” ungkapnya.
Diskusi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembahasan RUU KUHAP di tingkat nasional. BPPH PP SulSel berkomitmen untuk terus mengawal proses legislasi ini agar menghasilkan produk hukum yang adil dan berpihak pada kepentingan publik.