WahanaNews-Sulsel.co| Salah satu orang tua siswa menganiaya Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) SMP Negeri 3 Binamu Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Orang tua siswa berinisial SP itu tidak terima putranya menghisap puntung rokok yang sudah dilumuri kotoran ayam.
Baca Juga:
159 Tahun Jeneponto, Gubernur Sulsel Berikan Bantuan Dana Rp 10 Miliar
"Dia tidak terima karena (anaknya) disuruh mengisap rokok dengan sudah dilumuri kotoran ayam," kata Kapolsek Binamu Iptu Baharuddin, seperti dilansir dari detikcom, Senin (31/1/2022).
Penganiayaan terjadi sekitar pukul 13.00 Wita, Rabu (26/10). Korban Sabir awalnya menerima laporan tujuh siswanya merokok di area sekolah.
Ketujuh siswa yang dilaporkan itu diminta menghadap dan mengakui telah merokok di dalam sekolah. Sabir lalu menghukum ketujuh siswa itu.
Baca Juga:
Viral! Wanita Rentenir di Sulsel, Larang Pemakaman Jenazah Karena Belum Bayar Hutang
"Maka korban penganiayaan (wakil kepala sekolah) menyuruh mengambil kotoran ayam, salah satu siswa disuruh cari kotoran ayam," kata Iptu Baharuddin.
"Setelah mendapatkan kotoran ayam, maka dia memasukkan ke dalam gelas, dia campurkan ke situ, puntung rokok itu dimasukkan ke situ kemudian disuruh isap di antara 7 siswa ini," lanjut Baharuddin.
salah satu siswa yang dihukum menceritakan hukuman itu ke orang tuanya saat pulang sekolah. Orang tua berinisial SP tak terima akan hukuman itu.
"Spontanitas orang tua atas nama SP mendatangi sekolah mencari yang memberikan sanksi. Setelah itu langsung dipukul ditinju dia tidak terima atas hukuman atau sanksi," katanya.
Menurut Baharuddin, SP bukannya tak suka anaknya dihukum korban. Namun hukuman menghisap rokok yang dilumuri kotoran ayam itu dinilai pelaku tak manusiawi.
"Dia terima seandainya hukuman apa, fisik bahkan dipukul dia terima karena memang dididik. Cuma tidak terima karena disuruh mengisap rokok dilumuri kotoran ayam," katanya.
Setelah dianiaya, Sabir melapor ke Polsek Binamu sehingga SP ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan dan sudah ditahan pada Kamis (27/1).
"Sekarang kita melakukan proses hukum. Ini bisa tidak berlanjut kalau kepala sekolah sepakat damai. Kita sudah mendorong (restorative justice) tapi korban belum bersedia," pungkasnya.[jef]