"Cuma tidak terlalu signifikan (berkurang produksi), tergantung langganannya. Ada sebagian langganan yang mau dikasi naik harga tahunya. Kalau yang tidak mau naik, ya kita tidak bisa layani," terangnya.
Sebagai perbandingan, Harun mengaku bisa memproduksi 500 kilogram per harinya. Semenjak kenaikan harga kedelai, produksinya turun sebanyak 40 kilogram. Adapun soal ukuran tahu yang dia produksi tetap sama seperti sebelumnya.
Baca Juga:
159 Tahun Jeneponto, Gubernur Sulsel Berikan Bantuan Dana Rp 10 Miliar
"Kita kasi naik harganya saja, kalau ukuran tahunya tetap, Tapi pelanggan yang memperkecil ukuran potongan tahunya. Misalnya tahu isi dari ukuran 14 x 14 menjadi 15 x 15. Jadi dia dapat lebih banyak," sebutnya.
Sementara itu, salah satu perajin tahu tempe di Parepare, Arif mengaku sudah menempuh opsi paling bijaksana. Dia terpaksa merumahkan beberapa orang pekerjanya untuk mengurangi biaya produksi.
"Kalau kita di Parepare meskipun kondisi sekarang sulit tetap harus dijalani, mau tidak mau harga tahu tempe akan dinaikkan dan mengurangi ukuran juga," ungkapnya.
Baca Juga:
Viral! Wanita Rentenir di Sulsel, Larang Pemakaman Jenazah Karena Belum Bayar Hutang
Hal senada juga diungkapkan Nandang, perajin tahu tempe lainnya di Parepare. Selain mengurangi jumlah pekerja. Dia mengaku kini terjun langsung bersama pekerjanya yang tinggal 2 orang untuk tetap berproduksi.
"Ibaratnya hidup segan mati tak mau. Kita hanya harap ada stabilisasi harga (kedelai). Biar kita bisa sedikit bernafas lega," pintanya.[jef]